Mari Kita Jaga Bahasa Dan Huruf Jawa Dari Kepunahan


Di saat ini banyak sekali anak-anak muda jawa yang sudah melupakan bahasa jawa secara arti dan penggunaannya, walaupun itu adalah anak djogdja sekalipun, terutama yang tinggal di perkotaan, mayoritas sudah menggunakan bahasa indonesia, misalnya mereka menggunakan bahasa jawa pun tingkat bahasa jawa “ngoko” atau bahasa jawa di tingkat dasar yang kurang sopan santunnya untuk digunakan berbicara kepada orang yang lebih tua. dan kita patut prihatin kepada anak-anak muda  yang asli jawa tetapi tidak bisa berbahasa jawa sama sekali dikarenakan lingkungan dan orang tua yang tidak mengejarkan kepada mereka tentang bahasa leluhurnya dan malah dilatih sejak bayi menggunakan bahasa indonesia, tidak salah memang mengajarkan bahasa indonesia, tapi  setidaknya di imbangi atau di kuatkan pada bahasa jawa yang lebih kaya akan tingkat sopan santunnya saat digunakan.

Berikut tentang sejarah bahasa jawa dan aksara jawa
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa di Jawa Tengah,Yogyakarta & Jawa Timur. Selain itu, Bahasa Jawa juga digunakan oleh penduduk yang tinggal beberapa daerah lain seperti di Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten Cirebon.
Penyebaran Bahasa Jawa
Penduduk Jawa yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa ditemukan di berbagai daerah bahkan di luar negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah : Lampung (61,9%), Sumatra Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%). Khusus masyarakat Jawa di Sumatra Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
Selain di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong Kong, serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.
Hanacaraka
Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan (bahasa Sunda) adalah aksara turunan aksara Brahmi yang digunakan atau pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Melayu (Pasar), bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Sasak.
Bentuk hanacaraka yang sekarang dipakai (modern) sudah tetap sejak masa Kesultanan Mataram (abad ke-17) tetapi bentuk cetaknya baru muncul pada abad ke-19. Aksara ini adalah modifikasi dari aksara Kawi dan merupakan abugida. Hal ini bisa dilihat dengan struktur masing-masing huruf yang paling tidak mewakili dua buah huruf (aksara) dalam huruf latin. Sebagai contoh aksara Ha yang mewakili dua huruf yakni H dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “hari”. Aksara Na yang mewakili dua huruf, yakni N dan A, dan merupakan satu suku kata yang utuh bila dibandingkan dengan kata “nabi”. Dengan demikian, terdapat penyingkatan cacah huruf dalam suatu penulisan kata apabila dibandingkan dengan penulisan aksara Latin.
Huruf dasar (aksara nglegena)
Pelat peringatan tua di gardu listrik, menggunakan aksara campuran
Pada aksara Jawa hanacaraka baku terdapat 20 huruf dasar (aksara nglegena), yang biasa diurutkan menjadi suatu “cerita pendek”:
* ha na ca ra ka
* da ta sa wa la
* pa dha ja ya nya
* ma ga ba tha nga
Penggunaan aksara Hanacaraka
Bahasa Jawa dalam huruf Jawa dipakai pada papan nama jalan di Surakarta.
Aksara hanacaraka masih diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah berbahasa Jawa sampai sekarang  (Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta), sebagai bagian dari muatan lokal dari kelas 3 hingga kelas 5 SD. Walaupun demikian, penggunaannya dalam surat-surat resmi/penting, surat kabar, televisi, media luar ruang, dan sebagainya sangatlah terbatas dan terdesak oleh penggunaan alfabet Latin yang lebih mudah diakses. Beberapa surat kabar dan majalah lokal memiliki kolom menggunakan aksara Jawa. Penguasaan aksara ini dianggap penting untuk mempelajari naskah-naskah lama, tetapi tidak terlihat usaha untuk menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. Usaha-usaha revivalisasi bersifat simbolik dan tidak fungsional, seperti pada penulisan nama jalan atau kampung. Salah satu penghambatnya adalah tidak adanya usaha ke arah pengembangan ortografi/tipografi aksara ini.
sumber: rangkuman dari berbagai sumber
Sayangnya dijaman sekarang ini anak-anak muda hampir 90 persen sudah tidak tahu dan paham aksara jawa tersebut. mungkin di tahun2 yang akan datang aksara jawa akan menjadi hal yang sangat  susah ditemui dan dibaca.
Bagaimana di daerah anda masing-masing, apakah bahasa daerah masih terjaga dengan baik atau juga sudah mulai terlupakan?


Copyright© All Rights Reserved Ceritakusetelahhujan.blogspot.com